SIKKA - Keriuhan persoalan yang terjadi di tubuh Koperasi Kredit (Kopdit) Mitan Gita menarik untuk dikaji dari aspek legal argumentation mulai dari peristiwa, dasar, analisis, kesimpulan dan rekomendasi hukum.
Hal itu dikatakan Marianus Gaharpung, SH.MS di kediamannya di Surabaya, Minggu (21/8/22).
"Fenomena koperasi Mitan Gita dengan Ketua Kopditnya Petrus Herlemus menarik untuk dikaji dari aspek legal argumentation. Kajian hukum dimulai dari peristiwa hukum, dasar hukum, analisis, kesimpulan serta rekomendasi, " ujarnya.
Marianus mengungkapkan, peristiwa hukum yang terjadi di Kopdit Mitan Gita bermula saat sejumlah anggota kopdit tersebut termasuk Silverius Timu hendak melakukan penarikan atau pengambilan dana simpanan milik mereka.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Akan tetapi, di dalam proses pengambilan dana itu justru mereka dipersulit atau tidak dilayani sehingga sontak saja Silverius Timu melontarkan kalimat "Kopdit Mitan Gita sedang kolaps".
"Disisi lain, pengawas koperasi yang adalah istri dari Ketua Koperasi Mitan Gita. Apakah pernyataan dari Silverius Timu adalah melanggar hukum padahal modalnya koperasi milik anggota? Apakah ada norma peraturan yang melarang anggota yang menaruh curiga terhadap pengurus yang dipercayakan modalnya dikelola? Pertanyaan, koperasi sejatinya milik anggota atau pengurus? Pengurus digaji dari uang anggota atau pengurus koperasi? Selanjutnya, apakah selama ini anggota koperasi sejahtera secara ekonomis atau pengurusnya? Disamping itu, apakah ada norma yang melarang pengawas dan ketua koperasi ada hubungan keluarga (suami istri)? Fakta - fskta yang demikian ini perlu dikaji secara transparan akuntabilitas dan berdasarkan peraturan, " tanya Marianus.
Dosen Fakultas Hukum di Universitas Surabaya ini menyebutkan, dari aspek legalitas, koperasi diatur dalam Undang Undang Nomor 25 tahun 1992 diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian yang begitu jelas mengatur hak dan kewajiban anggota dan koperasi sebagai badan hukum yang seluruh aktivitas usaha untuk kesejahteraan anggota koperasi bukan pengurus.
"Jika filosofinya untuk kesejahteraan anggota itu artinya ketika Silverius Timu dan beberapa orang mau menarik dana simpanan dari Kopdit Mitan Gita, seharusnya dilayani jika tidak, maka wajar dan masuk akal Silverius Timu dan anggota lainnya memiliki perasaan was - was terhadap koperasi tersebut benar atau tidak mengelola dana simpanan para anggota koperasi selama ini, " tuturnya.
Menurut Marianus, Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi secara normatif adalah kekuasaan tertinggi sama halnya rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam perseroan terbatas. Tetapi bukan satu - satunya alat ukur keberhasilan koperasi berdasarkan keputusan RAT tetapi alat ukur lain yang sangat substansial yakni auditor independent yang bekerja secara profesional dan dibayarkan secara profesional.
"Karena badan hukum ini mengelola dana publik (para anggota) tidak bisa dianggap sepele. Dan, terus terang jika organisasi bisnis hanya mengandalkan auditor internal, maka independensinya sangat diragukan karena dibawah kendali dan tekanan ketua serta pengawas koperasi. Apalagi yang terjadi di Koperasi Mitan Gita ada dugaan anggota Badan Pengawas adalah istri dari Ketua Koperasi Mitan Gita adalah sesuatu yang sangat tidak etis, " tukas Marianus.
"Apakah ada norma yang melarang? Jawabannya, memang tidak ada norma yang melarang namun bukan berarti boleh saja dilakukan. Sebab dalam mengelola dana koperasi tidak saja tunduk pada norma hukum tetapi norma agama, kesopanan terutama norma kesusilaan. Dalam konteks ini, sekalipun tidak ada larangan dalam norma hukum bahwa istri sebagai pengawas koperasi tetapi dari aspek norma kesusilaan ( suara hati), pantaskah dilakukan dalam kaitan pengelolaan dana publik ( anggota koperasi) yang sangat ditekankan aspek akuntabilitas dan transparansi? Padahal tugas dan tanggungjawab pengawas adalah pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi; Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Sudah banyak buktinya koperasi kolaps karena RAT koperasi lebih percaya laporan ketua, pengawas serta laporan auditor internal koperasi, " tambahnya.
Lawyer sekaligus Ketua Biro Bantuan Hukum FH Ubaya ini menuturkan lagi, sudah menjadi rahasia publik laporan keuangan oleh auditor internal sangat rentan dimanipulatif sehingga melahirkan keputusan RAT yang semu.
"Pernyataan, Silverius Timu yang demikian itu jangan membuat pengurus Kopdit Mitan Gita kebakaran jenggot tetapi justru harus diterima sebagai suatu ultimum remedium (obat terakhir) yang sangat mujarab untuk mulai melakukan bersih - bersih ke dalam koperasi dengan pembenahan keuangan melalui auditor eksternal yang independen secara periodik, " kata Marianus.
Oleh karena itu, menurut Marianus, somasi dan gugatan perbuatan melanggar hukum yang akan dilakukan Victor Nekur, SH kuasa hukum Kopdit Mitan Gita bukan suatu jalan terbaik untuk melumpuhkan Silverius Timu, justru akan melahirkan silverius silverius lainnya yang lebih garang menyuarakan hal yang diduga kurang sehat dalam tata kelola keuangan Koperasi Mitan Gita.
"Rencana Somasi dan gugatan perbuatan melanggar hukum bukan cara yang gentlement, " pungkasnya.